Beranda » Pendidikan » Beasiswa Kuliah Luar Negeri, Kisah Sukses Rahmad Karim Harahap

Beasiswa Kuliah Luar Negeri, Kisah Sukses Rahmad Karim Harahap

Suatu hari di pertengahan tahun 90an, versi kecil diri saya pertama
kali berkenalan dengan serial novel sherlock holmes. Sejak buku pertama,
diri kecil saya bermimpi bahwa suatu hari nanti, saya ingin hidup di
kota di mana sherlock dan dr. Watson beraksi, London.

Dan dilanjutkan lagi dengan paragraf berikutnya:

Ternyata,
adalah benar bahwa Allah maha pemberi. Tahun ini mimpi saya dikabulkan,
melalui jalur pendidikan. Walaupun sedikit melenceng dari initial plan
saya, akhirnya saya diterima menjadi mahasiswa di alma mater yang sama dengan Watson, King’s College London.

Itu adalah status dari salah satu kawan saya, sama-sama Alumni STAN 2009, sama-sama dari Spesialisasi Kebendaharaan Negara, sama-sama ditempatkan di BPKP, namun berbeda nasib dan kecerdasan ^_^.

Namanya Rahmad Karim Harahap.

Pengalaman Kawan Kuliah di Luar Negeri

Beberapa hari yang lalu, ia berbagi cerita kepada kami lewat akun facebooknya, bahwa ia berhasil menggapai mimpinya untuk kuliah di King’s College London, salah satu dari 20 Universitas Top di dunia.

Wow.

beasiswa king's college london
Rahmad Karim Harahap mendapat email dari King’s College London

Buat saya, tidak mengherankan kalau Rahmad Karim Harahap bisa diterima di kampus sekeren itu.

Di antara kami Alumni STAN Kebendaharaan Negara angkatan 2009 yang masuk BPKP, ia adalah peraih IPK tertinggi, kalau tidak salah 3,50.

Di tahun kelulusan kami dari STAN, ada kebijakan, untuk IPK 3,51 ke atas, semuanya masuk ke Kementerian Keuangan.

Tidak ada yang diijinkan masuk ke BPK dan BPKP.

Berikutnya, untuk IPK 3,50 ke bawah, ada yang ditempatkan di Kementerian Keuangan, BPK, dan sebagian lagi masuk ke BPKP.

Dan alumni yang dimasukkan ke BPKP dimulai dari IPK tertinggi, Rahmad Karim Harahap.

Pria asal Riau ini memang cerdas, berbeda dari yang lainnya.

Bahasa Inggrisnya sangat fasih, bersaing dengan Made Rahayu Indrayani, kawan seangkatan dari Bali.

Ia juga sudah beberapa kali memperoleh medali penghargaan saat mengikuti ajang kompetisi terkait akuntansi.

Salah satunya saat menjadi juara CPA Australia’s Accounting dan membawa hadiah 35 juta rupiah.

juara cpa australia's accounting
Rahmad Karim Harahap, kanan memegang piala, satu di antara 3 orang yang mewakili STAN
sebagai juara CPA Australia’s Accounting

Diterima di King’s College London

Setelah melanjutkan D IV STAN, tahun ini ia mendaftar beasiswa luar negeri, dan masuklah ke King’s College London.

Namun, ternyata bukan hanya Rahmad Karim Harahap saja yang mendapatkan beasiswa luar negeri.

Di antara kami satu angkatan, ternyata ada beberapa orang lagi dari BPKP yang berhasil tembus kuliah di negeri luar sana.

Nama-nama tersebut adalah:

  1. Azhary Rivai Siregar: Manchester.
  2. Teguh Priyanto: Bristol.
  3. Made Rahayu Idrayani: Birmingham.
  4. Ardiles Panggabean: Dundee.

Jika ditotal, ada 3 orang alumni Kebendaharaan Negara yang kuliah di luar negeri tahun ini: Rahmad Karim Harahap, Teguh Priyanto, dan Made Rahayu Indrayani.

Sedangkan 2 orang lagi alumni Akuntansi: Azhary Rivai Siregar dan Ardiles Panggabean.

Mendengar cukup banyak kawan seangkatan yang bisa kuliah di luar negeri, saya merasa sangat bangga dengan mereka. Mereka layak mendapatkan cita-cita mereka.

Sedangkan saya?

Kuliah Luar Negeri?

Hmmm.

Banyak hal yang harus saya pertimbangkan, dan sepertinya tidak.

Meskipun dalam hati sebenarnya pengin juga mengecap pendidikan di luar negeri, jalan-jalan ke Kota Liverpool.

Namun, ada beberapa alasan yang harus saya pertimbangkan.

Hal-hal yang telah saya pertimbangkan sehingga saya belum berkeinginan kuliah di luar negeri di antaranya:

1. Kemampuan Speaking dan Listening

Saya sadar diri, karena sampai sejauh ini, kemampuan speaking dan listening Bahasa Inggris saya belum memadai. Saya juga sadar diri, selama ini saya tidak pernah mengasah kemampuan speaking dan listening saya.

Rasanya terlalu susah berbicara dan mendengarkan orang bicara dalam Bahasa Inggris.

Lidah ngapak saya belum bisa cair dengan logat orang Amerika, apalagi orang Inggris yang ngomongnya seperti orang kumur-kumur.

Telinga saya juga masih telinga Banyumasan, belum akrab dengan cas cis cus orang bule sana.

Sepertinya belum memungkinkan bagi orang seperti saya untuk bermimpi, apalagi mencoba mendaftar mengikuti beasiswa luar negeri, lewat jalur apa saja.

Speaking dan listening sangat mutlak diperlukan bagi orang yang ingin kuliah di luar neger.

Kemampuan writing dan reading saja tidak cukup, karena di luar negeri kita akan berinteraksi menggunakan cara mereka dan bahasa mereka.

2. Udah Males Mikir

Alasan kedua saya, mengapa tidak mencoba untuk kuliah di luar negeri, adalah masalah otak.

Jujur saja, rasanya sudah capek juga mikir sekolah, apalagi belajar ekonomi, teori ini, teori itu, dan segala macam, segala sesuatu yang sifatnya hafalan, otak saya sepertinya sudah over kapasitas.

Rasanya, kuliah di UT sudah cukup buat saya.

Tidak ingin mikir kuliah lagi dengan segala tetek bengeknya.

Untuk sekedar ambil S2 dalam negeri saja, rasanya saya sudah enggan.

Lagian, tidak ada yang ingin saya kejar, saya juga tidak mengejar jabatan.

Menjadi kuli di kantor seperti sekarang ini, lebih saya nikmati, dibandingkan menjadi bos yang harus mendapat tekanan dari sana-sini.

Apalagi jika sampai merusak ideologi saya.

Dan rasanya ideologi saya tidak bisa saya pertahankan kalau saya sampai naik jabatan.

Maka biarlah saya terus menjadi kuli, sambil berusaha mencari bakat lain saya, siapa tahu bisa menjadi sumber penghasilan yang lebih besar dari penghasilan saya selama ini, sehingga akhirnya saya bisa resign dari PNS.

Berhenti dari PNS dan bisa menikmati hidup bebas dengan penghasilan tak terbatas (mudah-mudahan hehehe).

3. Meninggalkan Keluarga

Alasan ketiga, seperti alasan saya mengapa tidak mengambil beasiswa Tugas Belajar, yaitu harus pisah dengan anak dan istri, selain harus rela gaji/penghasilan dipotong dan juga bisa jadi penempatan ulang, pindah dari Lampung.

Hidup paling indah adalah hidup bareng keluarga.

Senikmat apapun tempat kita tinggal, seindah apapun tempat kita jalan-jalan, sekaya apapun harta kita, semuanya tidak akan lengkap tanpa kehadiran keluarga.

Untuk pergi keluar kota selama beberapa hari saja, buat saya terasa berat.

Saya lebih berharap agar tidak pernah pergi keluar kota, dan bisa tiap hari bersama keluarga, merasakan jengkel, tawa, sedih, gembira, susah, semuanya bareng keluarga.

4. Ikatan Dinas Nambah

Beasiswa kuliah sebenarnya tidak benar-benar gratis.

Ada harga juga yang harus dibayar, seperti saya sebutkan di atas, bahwa penghasilan PNS yang menerima beasiswa kuliah juga harus dipotong.

Penghasilan yang diterima tidak penuh, meskipun saat kuliah mungkin dapat uang saku juga per bulannya.

Harga lain yang harus di bayar adalah, adanya ikatan dinas.

Selepas lulus S2, karena dibiayai oleh negara, maka PNS yang mendapatkan beasiswa harus menandatangani ikatan dinas lagi, yang lamanya diatur dengan peraturan tersendiri.

Jika dalam masa ikatan dinas, PNS tersebut keluar dari PNS, maka ia harus mengganti besaran uang tertentu yang telah ditetapkan.

Kalau lulus dari D3 STAN sih ganti ruginya gak terlalu besar, 30 juta rupiah saja. Kalau S1 atau S2 tentunya lebih besar.

Salah satu pegawai BPKP Lampung pernah ada yang keluar dari PNS, karena beliau pernah ikut beasiswa S2, saat keluar dari PNS beliau harus mengganti uang ikatan dinas sebesar 117 juta rupiah.

Kuliah melalui jalur beasiswa itu artinya kita mengikatkan diri kita menjadi lebih lama.

Selain itu, kita juga punya tanggung jawab untuk mempertanggungjawabkan uang yang kita dapat kepada negara, dengan mengamalkan ilmu yang kita peroleh dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia dan memajukan bangsa.

Setidaknya itulah 4 alasan mengapa saya belum berani mengambil beasiswa kuliah luar negeri.

Dan sebagai penutup, lewat tulisan ini, saya ingin mengucapkan selamat kepada 5 orang kawan seangkatan saya yang berhasil kuliah di London, Dundee, Bristol, Manchester, dan Birmingham. Sukses untuk kalian semua.